Rabu, 11 Februari 2015

Menakar Kesiapan Anak Masuk Sekolah Dasar

gambar diambil dari clipartpanda.com
Case:
Lila masuk playgroup sebelum genap berusia 3 tahun. Masuk TK A usia kurang dari 4 tahun, dan TK B usia kurang dari 5 tahun. Tak terasa sebentar lagi sudah tahun ajaran baru. Sejumlah SD sudah mulai membuka pendaftaran siswa baru. Ayah dan bunda Lila merasa ragu mendaftarkan Lila ke SD, sebab di bulan Juli nanti usianya belum genap 6 tahun. Apakah usia Lila masih terlalu muda untuk masuk SD tahun ini? Apakah nanti Lila akan mengalami kesulitan jika masuk SD tahun ini? Tetapi bukankah Lila sudah terlampau lama di TK? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di pikiran ayah-bundanya.

Meskipun merasa ragu, ayah-bunda Lila tetap melakukan survei ke beberapa sekolah dasar. Ternyata semua sekolah dasar swasta yang mereka kunjungi berkenan menerima siswa baru yang usianya belum mencapai 7 tahun, bahkan belum mencapai 6 tahun. Namun pihak sekolah mengemukakan bahwa nanti akan ada tes untuk mengetahui kesiapan anak masuk sekolah. Jika hasilnya siap, maka anak diterima. Jika belum siap, maka anak tidak bisa masuk ke sekolah tersebut. Ayah dan bunda Lila mengangguk-angguk setuju dengan prosedur tersebut, walau dalam hati masih bertanya-tanya, seperti apa sih yang dimaksud dengan siap masuk sekolah dasar? Apakah tanda siap masuk SD adalah kemampuan calistung? Ah, kalau hanya calistung, ayah dan bunda Lila sangat percaya diri. Lila sudah ikut les calistung sejak umur 4 tahun. Ayah dan bunda yakin dia pasti akan lulus.


Kenyataan pahit tentang tuntutan mampu calistung kepada anak usia dini
Kejadian di bawah ini benar-benar saya temui di sebuah TK:
  • Hari Senin di ruang kelas sebuah TK, anak-anak kecil berusia 4 tahun tampak sibuk menulis di buku garis-garis mereka. Ada tugas menyalin kalimat dari bu guru.
  • Hari Selasa mereka tampak membaca Iqro’. Satu per satu maju ke meja bu guru untuk dicek bacaannya.
  • Hari Rabu masih di ruangan itu, anak-anak tampak menghitung angka-angka.
  • Hari Kamis, di ruangan yang sama, anak-anak kecil itu riuh-rendah membaca kalimat-kalimat yang ditulis bu guru di papan tulis.
Sepanjang senin sampai kamis itu, sebagian kecil anak-anak itu tampak tekun mengerjakan tugas-tugas dari bu guru, khususnya anak perempuan. Tetapi anak laki-laki, tak berapa panjang konsentrasi mereka. Ada yang berlari, memanjat, berteriak, bahkan berguling-guling dengan sesama teman, tak lama setelah kelas dimulai. Di kelas sebelah – kelas anak yang lebih besar usianya, lebih parah keadaannya. Ibu guru bahkan sampai berteriak dari balik mejanya, meminta anak-anak untuk tenang.

  • Alhamdulillah, hari Jum’at tiba. Hari ini anak-anak memakai seragam olah-raga. Betapa ceria mereka mengikuti gerakan bu guru.
  • Hari sabtu, mereka lebih sumringah lagi, sebab hari ini mereka belajar menggunting, melipat kertas, menggambar, juga mewarnai.
Ketika saya bertanya kepada kepala sekolah mengapa porsi calistung di TK itu banyak sekali, begini jawaban beliau, “Kami serba-salah, Bu. Mengajarkan calistung sebenarnya bertentangan dengan prinsip dasar pendidikan anak usia dini. Tetapi setiap orangtua yang mendaftarkan anaknya pasti ingin kepastian bahwa anaknya lulus TK sudah bisa membaca. Kalau tidak maka mereka tidak jadi mendaftarkan anaknya sekolah di sini.”

Membaca, menulis, dan berhitung atau biasa dikenal dengan istilah calistung adalah sejumlah kemampuan yang biasanya dipersiapkan ayah-bunda sebelum anak masuk sekolah dasar. Jika perlu, selain sekolah, anak juga diikutsertakan les membaca. Masyarakat umum meyakini bahwa kemampuan calistung adalah modal keberhasilan pendidikan anak saat memasuki sekolah dasar. Anak yang sudah mahir calistung, diyakini akan mudah menuntaskan tugas-tugas di sekolahnya kelak.

Sah-sah saja jika anak usia dini, menjelang masuk sd disiapkan kemampuan calistung dengan metode yang menyenangkan bagi mereka. Tetapi patut menjadi perhatian kita bersama, bahwa keberhasilan seorang anak dalam mengikuti proses belajar di kelas, tidak cukup hanya dengan bekal kemampuan calistung. Anak juga memerlukan aneka kemampuan dan keterampilan lainnya, misalnya kemampuan beradaptasi, kemampuan bersosialisasi, kemampuan mengelola emosi, kemandirian, keberanian, juga kemampuan berkomunikasi.

Anak yang sudah mahir calistung namun belum mau berpisah dengan orangtua tentu akan menghambatnya mengikuti aktivitas belajar dengan baik. Anak yang sudah mahir calistung namun terhambat perkembangan sosialnya juga akan mengalami hambatan dalam berinteraksi di sekolah.


Apakah yang dimaksud dengan kesiapan masuk sekolah dasar?
Ada dua hal yang biasanya perlu diperhatikan sebelum anak masuk sekolah dasar, yaitu:
  1. kematangan masuk sekolah (school maturity
  2. kesiapan masuk sekolah (school readiness).
Kematangan mengacu pada pertumbuhan biologis yang perlu dicapai sebelum masuk sekolah, misalnya kematangan otak untuk memahami konsep membaca, menulis, menghitung, dan memahami sudut pandang orang lain. Kematangan tidak bisa dipercepat, karena sudah berproses sedemikian rupa secara alami. Biasanya anak matang secara biologis untuk memasuki sekolah dasar adalah pada usia 6 tahun. Karena itu pula yang dikatakan sebagai usia dini adalah usia 0-6 tahun. Secara fisiologis, pada usia 0-6 tahun otak kanan anak berkembang jauh lebih pesat. Sedangkan perkembangan pesat otak kiri baru dimulai sejak anak memasuki usia 7 tahun. Sedangkan sebagaimana kita ketahui, tuntutan pembelajaran di sekolah dasar umumnya lebih banyak melibatkan kemampuan otak kiri.

Kematangan secara biologis, selain ditunggu juga perlu didukung stimulasi. Stimulasi yang disajikan kepada anak akhirnya mewujudkan sebuah kesiapan. Perlu diingat bahwa stimulasi yang gencar, masif, dan intensif tidak akan bisa mempercepat kesiapan, sebab kesiapan memerlukan kematangan. Ada efek timbal balik antara nature (alami) dan nurture (stimulasi).

Kesiapan anak masuk sekolah dasar akan berbeda satu dengan yang lain, kapan akan dicapai. Hal ini sangat tergantung pada stimulasi yang diberikan dan kematangan yang dicapai. Sama halnya seorang anak yang berusia 6 bulan jika dipaksa untuk bisa berbicara pasti belum bisa karena organ-organ verbalnya belum matang. Tetapi mungkin saja ada anak usia 24 bulan belum mengeluarkan kata pertama karena kurang stimulasi.

Aspek-aspek Perkembangan Anak
Secara umum, ada empat aspek perkembangan anak yang kesemuanya semestinya berkembang optimal saat mempertimbangkan untuk mendaftarkan anak masuk SD. Orangtua bisa mengamati perkembangan ini dengan mengamati anak sehari-hari. Perkembangan tersebut antara lain:
1. Perkembangan Fisik dan Motorik
Untuk perkembangan motorik, berkaitan dengan kesiapan masuk sd orangtua perlu melihat bagaimana kematangan motorik halus anak. Kemampuan motorik halus akan mempengaruhi kemampuan anak menulis. Banyak aktivitas-aktivitas sederhana yang bisa diterapkan orangtua untuk melatih motorik halus anak, misalnya: menggunting, menempel, mewarnai, melipat, menggambar, menebalkan garis, dll. Orangtua juga perlu mengamati kemampuan anak memegang alat tulis dengan tepat.
2. Perkembangan Sosial
Kemampuan sosial akan mempengaruhi interaksi anak dengan teman sebayanya atau yang lebih tua darinya, misalnya guru atau kakak kelas. Amati apakah anak mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial baru, apakah anak mudah memulai pertemanan, dan bagaimana kemampuan anak menyelesaikan konflik dengan teman sebaya.
3. Perkembangan Emosi
Anak-anak yang hendak memasuki jenjang sekolah dasar perlu memiliki kematangan emosi yang baik. Model pembelajaran di sekolah dasar tentu berbeda jauh dengan saat anak masih di TK. Jumlah jam belajar, tingkat kesulitan pelajaran, dan tugas-tugas pasti mempengaruhi mood anak. Misal saat TK anak hanya belajar dari jam 8 sampai 10, ternyata di sekolah dasar anak harus belajar dari jam 7.30 sampai 12. Contoh lainnya saat TK anak banyak melakukan aktivitas otak kanan, misal bermain, bernyanyi, menggambar, mewarnai, menari. Tetapi di sekolah dasar anak banyak melakukan aktivitas yang melibatkan otak kiri.Orangtua perlu mengamati kematangan emosi anak dalam menghadapi perubahan ritme dari TK ke SD.
4. Perkembangan Kognitif (intelektual)
Perkembangan kognitif tentu saja merupakan modalitas belajar. Perkembangan inilah yang sejak awal saya uraikan dalam tulisan ini. Perkembangan kognitif merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi kemampuan anak dalam menyerap pembelajaran di sekolah.

Keempat aspek perkembangan tersebut perlu terpenuhi secara keseluruhan, karena satu sama lain akan saling menguatkan keberhasilan anak mengikuti aktivitas belajar di sekolah dasar.

Nah, para orangtua yang mempunyai anak-anak di TK B, bagaimana kesiapan masuk SD ananda?


Oleh: Miftahul Jannah, M.Psi., Psi*
*Educational Psychologist, Children's Activity Books Writer

3 komentar:

  1. Sepertinya ada yang tidak klop antara TK dan SD ya Mbak. Saya pernah menanyakan ke guru SD Negeri, apa perlu ijazah TK. Jawabnya tidak harus, tapi anaknya sudah harus bisa baca. Lho??

    BalasHapus
  2. Iya mak, bahkan sekolah2 SD unggulan mensyaratkan harus bs calistung baru bisa masuk ke situ. Kalau kayak gitu, orgtua mana yg pd akhirnya nggak nuntut TK utk mengajarkan anaknya agar mahir calistung. Bolehlah mengajarkan calistung, tp jgn dipaksakan. Smoga hal ini bs berubah. Amin. Tfs ya mak.

    BalasHapus
  3. Ini yang Mbak Ita ceritakan di workshop IIDN tempo hari, ya? Saya sempat stress urusan ini Mbak. Khususnya urusan tes masuk SD. Di TKnya Emir, les nulis baca intensif baru dimulai bulan Mei. Tes masuk SD sudah ia jalani April saat ia belum bisa baca nulis (baru bisa nulis namanya sendiri dan beberapa huruf yang sudah dikenalnya).

    Ternyata yang namanya tes masuk SD itu ada materi tesnya bentuk kertas dua lembar dan anak kudu bisa baca soalnya untuk tau jawabnya. Duuh, kesian waktu ngintip di jendela lihat Emir pukul-pukul kepalanya pakai pensil. Stress dia. Hasilnya cocok, Emir masuk cadangan itupun nomor terakhir.

    Mei TKnya mulai les baca nulis, alhamdulillah tidak pakai metode pemaksaan. Ngalir aja. Dan saat masuk SD, alhamdulillah Emir sudah bisa baca.

    Ada hikmahnya juga siy Mbak rasa geram saya. Saya langsung nulis opini berjudul "Tes Masuk SD, Perlukah?" saya kirim ke KR dan dimuat. Kegeraman berbuah indah namanya ... haduh keindahan kok identik dengan duit, hehe.

    Yang penting sekarang adalah terus mendampingi anak-anak dalam pertumbuhan mereka. Semoga dimampukan, aamiin....

    BalasHapus